Tentang Away Banten yang Mengerikan Itu
Rahmat Djailani, duduk paling kiri, bersebelahan dengan Kapolres Banten.

Catatan Sekum Persiraja, Rahmat Djailani

Tentang Away Banten yang Mengerikan Itu

Oleh ,

Bukan mau mengeluh apalagi cengeng, dan jauh dari kata takut, tulisan ini kemudian dilahirkan. Bukankah mengeluh apalagi cengeng di negara +62 ini sama seperti menyediakan diri untuk dibully oleh orang-orang yang maha benar bernama netizen? Terus kenapa hal ini ditulis? Alasannya adalah khawatir. Khawatir terhadap kemajuan dan perkembangan sepak bola di Indonesia.

Empat jam sebelumnya, Timnas Indonesia dibuat bertekuk lutut di hadapan tamunya, Malaysia di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis, 5 September 2019, malam. Indonesia takluk di kandang sendiri, 2-3 atas Malaysia.

Dinihari setelahnya, berjarak tiga jam jalur darat ke Kota Cilegon dari Jakarta, oknum pendukung Cilegon United membakar petasan, kembang api, untuk mengganggu istirahat para pemain Persiraja sekira pukul 02.00 dini hari di hotel tempat pemain Persiraja menginap. Seakan, mereka bak suporter Malaysia sedang merayakan kemenangannya atas timnas Indonesia.

Di Provinsi Banten ini, Persiraja mengalami dua kejadian yang tidak mengenakkan. Sebelum suporter Cilegon menembakkan kembang api, Persiraja juga mengalami penyerangan bus yang dilakukan oleh pendukung Perserang Serang. Pembaca tulisan ini, pasti sudah melihat video-video yang beredar di sosial media dan surat kabar tentang berita ini.

Kenapa dua pertandingan ini menjadi mengerikan bagi Persiraja? Jawabannya tentu saja hanya pendukung kedua tim tersebut yang bisa menjawab. Persiraja sudah kalah di Cilegon, bukan hanya cukup dengan membakar petasan untuk mengganggu istirahat, tapi juga menyerang lagi hotel tempat Persiraja menginap 4 jam setelah pertandingan. Pun dengan Perserang, walaupun dalam skala yang lebih kecil, pemukulan terhadap pelatih dan pemain yang dilakukan di areal steril dari penonton umum (dari bench ke ruang ganti) perlu dipertanyakan kesiapan Panitia pelaksana Perserang dalam menggelar pertandingan. Atau jangan-jangan yang melakukan pemukulan dan penyerangan kepada pelatih dan pemain Persiraja justru dilakukan oleh Panitia Pelaksana? Wallu ‘alam bisawab.

***

“Tragedi” di serang agak unik. Pertandingan berlangsung keras. Lima kartu merah diberikan wasit, tiga untuk Persiraja, dua untuk Perserang. Selesai? Belum. Adu mulut, tekel keras, saling dorong terus berlangsung. Bahkan sampai adu mulut antara Kapten Persiraja, Fary Komul dengan Pelatih Kepala Perserang Jaya Hartono juga terjadi. Pertandingan keras walaupun belum mengarah ke brutalitas.

Selesai wasit meniup peluit panjang, semua ketegangan reda. Fary Komul yang dikartu merah keluar dari ruang ganti mendatangi bench Perserang untuk meminta maaf kepada Jaya Hartono bahkan mencium tangan Jaya Hartono. Penghormatan terbaik yang dilakukan oleh seorang anak muda kepada orang yang lebih tua. Presiden Perserang Serang Pilar Saga Ihcsan menemui saya dan meminta maaf dan kami saling memaafkan sambil rangkulan. Diikuti oleh semua pemain dan official kedua tim. Semua saling rangkulan dan maaf memaafkan. Rivalitas 90 menit sudah selesai. Saatnya kembali bersaudara.
Bagi kitapun lemparan air mineral sampai sapu lidi ke bench Persiraja tadi yang ikuti oleh cacian kata-kata tak pantaspun sudah kita anggap selesai. Tidak ada dendam. Saling rangkulan. Rivalitas hanya 90 menit.

Selesai? Rupanya tidak. Dari bench menuju ruang ganti yang seharusnya tidak boleh ada penonton umum, beberapa pemain Persiraja dipukul, termasuk Head Coach Persiraja, Hendri Susilo, terjadi di areal yang seharusnya tidak boleh ada penonton umum. Kalau Panitia Pelaksana menyatakan bahwa areal tersebut sudah steril dari penonton umum, berarti pertanyaanya adalah siapa yang memukul pemain dan Official Persiraja?

Emosi? Wajar. Manusiawi. Lumrah, lahiriah manusia. Adakah kami memukul balik? Tidak. Pelatih kepala Persiraja dan beberapa pemain yang terlihat emosipun masih bisa kami redam. Takut? Maaf, “Kami Aceh, Mau apa kalian, mau mati? Teriak Hendri Susilo Pelatih Kepala Persiraja.

Polisi langsung mengatur barisan. Rencana evakuasi dipersiapkan. Pengamanan VVIP disiagakan. Top. Cepat dan rapi, dan terjadi lagi bus pemain dan Official Persiraja dilempari lagi. Sekalipun sudah dikawal banser dan baracuda dan puluhan polisi menggunakan sepeda motor. Semua kaca sebelah kiri pecah. Siapa yang rugi? Panpel Perserang dan tentu saja seluruh warga Kabupaten Serang.

Cilegon dan Harapan Timnas Indonesia

Lebay? Bisa jadi. Mungkin akan dibuly? Silahkan saja. Penyerangan oknum suporter Cilegon United terhadap Persiraja patut diduga direncanakan dengan baik dan rapi. Berawal ketika Persiraja melakukan Official Training di lapangan Krakatau Steel, Cilegon. Sejumlah oknum suporter sekira 15-20 orang mulai neneror. Masih wajar. Kita menganggap sebagai teror psikologis, sangat wajar dalam sepak bola, apalagi Cilegon United akan menghadapi salah satu klub besar. Selesai OT, dalam perjalanan pulang ternyata mereka melempari bus pemain dan Official Persiaja. Padahal baru OT, belum lagi pertandingan resmi.

Di Macth Coordinaton Meeting (MCM) saya sudah menyampaikan perihal penanganan ekstra, mengingat musim lalupun bus kami dilempari sampai semua kaca bus pecah. Permintaan itu direspon dengan baik. Polisi memberikan pengamanan setingkat mentri, tidak hanya memakai dua foreder depan dan belakang, samping kiri dan kanan juga dikawal oleh pasukan bermotor. Top.

Persiraja kalah 2-0 dari Cilegon United. Satu penalti minim benturan, dan satu lagi oleh gol yang masih bisa diperdebatkan, offside? Silahkan chek vidionya. Kita tidak marah. Masih waras, sewaras-warasnya. Tidak ada cacian dan makian, sekalipun sepanjang pertandingan cacian dan makian sampai ke nyanyian rasis ditujukan kepada Persiraja.

Dengan rencana pengamanan dan evakuasi setingkat mentri, Pemain dan Official Persiraja dipulangkan dari Stadion menuju hotel. Tentu saja ritual pelemparan bus terjadi lagi. Walaupun tidak separah tahun 2018, karena pengamanan yang dilakukan oleh polisi cukup ketat.

Lega? Tentu saja. Karena insiden bisa diminimalisir. Walaupun kaca bus juga pecah, dan itu adalah bus kedua, karena bus yang dipakai buat OT kemarin sudah tidak bisa digunakan. Selesai? Rupanya belum. Entah dendam kesumat apa yang nyangkut di hati dan pikiran oknum suporter Cilegon United. Sampai mereka memutuskan untuk melakukan teror dan penyerangan ke Hotel Pemain dan Official Persiraja menginap.

Beberapa properti hotel sampai pecah. Beberapa pemain bereaksi untuk melawan dan menyerang balik. Beruntung, kami masih sangat waras, waras sewaras-warasnya, dan melawan urung dilakukan. Sekali lagi pihak kepolisian Cilegon menjadi pahlawan. Mereka bereaksi cepat. Datang dan mengamankan hotel, dan memberikan jaminan keamanan.

Jadi kenapa lebay sekali menghubungkan Cilegon denan harapan Timnas Indonesia? Sebagai bangsa yang memiliki nasionalisme yang tinggi seharusnya kita akan sangat marah melihat kekalahan dua kali timnas Indonesia melawan Malaysia dan Thailand, karena kita tau bahwa Malaysia belajar sepak bolanya dari kita, dan mereka berani-beraninya mengalahkan kita di Stadion kebanggaan seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu rencana yang dilakukan terhadap tim Persiraja oleh oknum Suporter Cilegon seharusnya juga bisa dipakai ketika Timnas Malaysia dan Thailand melawan timnas kita saat tim lawan berada di Jakarta. Jarak antara Cilegon dan Jakarta hanya 2 jam. Harusnya rencana-rencana tersebut bisa dilakukan, yang penting timnnas kita menang. Ide yang brilian bukan?

Jadi sebagai wilayah yang dekat dengan Jakarta, kami menaruh harapan besar kepada oknum suporter Cilegon untuk menyusun rencana sedemikian rupa untuk kemenangan Timnas Indonesia. Kami akan mendo’akan dari Aceh. Jayalah Timnas Indonesia.

Pendukung Persiraja Intropeksi Dirilah

Sebagai bangsa “Teulebeh ateuh rueng donya” ayo kita intropeksi diri. Sudah cukup. Berhentilah melempari tim lawan. Reaksi suporter Cilegon United dan Perserang, juga tidak bisa dipisahkan dari cara kita memperlakukan tim lawan di rumah kita. Benar bahwa kita lebih beradab, karena bagi kita rivalitas hanya 90 menit. pendukung kita tidak pernah melempari bus pemain apalagi menyerang penginapan tim lawan. Salut!

Tidak usah “bagi air minum lagi” untuk tim lawan. Pemain lawan tidak perlu air minum dari kita. Mereka sudah beli sendiri. Kita beli sendiri, kita minum sendiri airnya. Jangan bagi ke tim lawan. Nanti mereka tambah kuat. Semakin susah kita kalahkan. Ya kan?

Kita sedang menuju ke Liga 1. Ayo kita buktikan bahwa kita benar-benar siap menuju ke Liga 1, dan pendukung tim Liga 1 bukanlah pendukung yang melakukan pelemparan terhadap tim lain. Ayo kita teror lawan di kandang kita dengan suara yang lantang. Tidak boleh tim lawan menari-nari di kandang kita. Tidak boleh mereka mendapat point dari kita. Tapi dengan cara yang beradab, dengan cara yang apabila dilihat oleh Persib, Persija atau tim-tim Liga 1 lainnya, bahwa Persiraja memang layak ke Liga 1. []

Lantak laju!

Leave Comment

Loading...